- Diposting oleh : Humas Bina Amal
- pada tanggal : November 24, 2025
Renungan dari Surat An-Nisaa Ayat 9 tentang Mengelola Lisan dalam Mendidik Anak
Dalam setiap kata yang terucap dari lisan orang tua, tersimpan kekuatan yang mampu membentuk jiwa atau justru melukai hati seorang anak. Ucapan bukan sekadar rangkaian huruf yang keluar tanpa makna—ia adalah pesan yang menempel pada hati, menjadi memori, dan kadang membentuk cara anak memandang dirinya sendiri.
Al-Qur’an, melalui Surat An-Nisaa ayat 9, memberikan pesan yang lembut namun tegas mengenai pentingnya menjaga ucapan, terutama ketika berhadapan dengan generasi yang sedang tumbuh:
“Maka hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan
hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
(QS. An-Nisaa: 9)
Ayat ini menjadi pengingat bahwa dalam proses pengasuhan, lisan bukan hal kecil yang boleh diabaikan. Allah memerintahkan orang tua untuk bertakwa dan menjaga setiap ucapan—karena kata-kata memiliki kekuatan untuk membangun ataupun meruntuhkan.
Kekuatan Lisan dalam Mendidik Anak
Anak belajar dari lingkungan terdekatnya. Mereka bukan hanya mendengar apa yang kita katakan, tetapi merasakan bagaimana kita mengatakannya. Nada suara, intonasi, ekspresi wajah—semuanya memberi makna:
- Apakah ia dicintai atau disalahkan?
- Dihargai atau diremehkan?
- Diterima atau ditolak?
Ucapan yang kasar, merendahkan, atau mengandung celaan mungkin hanya terdengar sesaat, tetapi dapat meninggalkan luka yang tak terlihat. Luka itu bisa ia bawa hingga dewasa—menjadi rasa takut, minder, atau sulit percaya diri.
Sebaliknya, kata-kata yang tulus dan lembut dapat menjadi pondasi kokoh yang menumbuhkan keberanian, keteguhan hati, serta penghargaan terhadap diri sendiri.
Setiap Teguran Adalah Peluang Mendidik
Mengelola lisan bukan berarti orang tua harus selalu memuji atau mengizinkan semua hal. Justru di dalam teguran, tersimpan ruang untuk menanamkan hikmah. Teguran yang tepat, disampaikan dengan kasih, dapat mengarahkan anak kepada perilaku yang lebih baik tanpa menghancurkan hatinya.
Begitu pula dalam pujian—ketika diberikan dengan tulus dan proporsional, ia mampu menumbuhkan motivasi dan rasa percaya diri yang sehat.
Mengucapkan Kebenaran dengan Kasih
Ayat ini mengajarkan kita untuk mengucapkan kebenaran, tetapi kebenaran itu tidak selalu keras. Ia bisa disampaikan dengan lembut. Ia bisa dibungkus dengan empati. Dan ia bisa menjadi penguatan, bukan penghakiman.
Sebab bagi seorang anak, kata-kata orang tua adalah cermin bagi dirinya. Dari cermin itulah mereka belajar siapa mereka dan siapa mereka kelak akan menjadi.
Semoga kita menjadi orang
tua yang lisannya menjadi penyejuk, bukan penyulut. Menjadi pembimbing, bukan
penghakim. Menjadi sumber kekuatan, bukan sumber luka.
Dan semoga dari lisan yang terjaga lahir generasi yang tangguh, berakhlak
mulia, dan penuh harapan.
