- Diposting oleh : Humas Bina Amal
- pada tanggal : November 15, 2025
(0leh : Muhammad Waimin, S.Pd)
1. Gadget telah Merampas Dunia Bermainku
Digitalisasi kehidupan telah menjadi keniscayaan dalam kehidupan manusia saat ini dan menjadi kebutuhan vital untuk mendukung aktivitas manusia. Digitalisasi realitanya mampu mendorong perkembangan dan kemajuan secara luar biasa disemua bidang kehidupan. Disadarai atau tidak manusia sangat bergantung kepada alat-alat dan mesin-mesin digital. Alat digital dalam alam bentuk perangkat keras ; 1) komputer, 2) laptop, 3) tablet, 4) smartphone, 5) televisi digital, dan lain-lain. Adapun yang berupa perangkat lunak ; 1) aplikasi pengolah data, 2) lembar kerja, 3) perangkat lunak desain grafis, 4) platform manajemen proyek, 5) aplikasi media sosial, dan 6) layanan penyimpanan cloud. Alat Pendidikan berupa aplikasi dan platform interaktif yang digunakan di ruang kelas untuk memfasilitasi pembelajaran yang menarik dan berdimensi ke depan. Adapun untuk mesin digital kita mengenal : printer 3D, mesin laser cutting, mesin digital printing UV, printer sublim, mesin absensi digital, dan lain-lain.
Keluargapun saat ini juga sangat bergantung pada alat-alat digital, bahkan smartphone (Gadget) menjadi kebutuhan vital bagi anggota keluarga untuk berkomunikasi dan melakukan banyak hal dalam mendukung aktivitas dan mencapai tujuan-tujuan keluarga. Karena begitu bergantungnya pada gadget tidak sedikit keluarga untuk mendidik anak-anak mereka, terutama agar anak kelihatan lebih nyaman, tenang, tidak keluar rumah, tidak merepotkan dan mengganggu aktivitas, banyak orang menyerahkan dan memberi anak-anak mereka gadget. Bahkan di saat anak-anak mereka masih balita, sudah sangat mahir mengakses berbagai macam situs game dan berbagai macam situs lain yang sesuai dengan kebutuhan masa anak-anak.
Secara kasat mata hal ini terlihat baik, karena anak menjadi senang, nyaman, tenang, dan kerasan di rumah. Tetapi sesungguhnya ada bom waktu berupa bahaya yang mengintai dan dapat menghancurkan masa depan anak-anak. Dari kaca mata pendidikan yang terjadi justru proses tumbuh kembang anak-anak menjadi tidak normal dan wajar mencakup semua aspek tumbuh kembang anak baik afektif, kognitif, dan psikomotorik (Bloom). Pendapat lain mengatakan ada 6 aspek perkembangan anak, yaitu ; 1) Aspek Kognitif, 2) Aspek Fisik dan Motorik, 3) Aspek Sosial-Emosional, 4) Aspek Bahasa & Komunikasi, 5) Aspek Nilai Moral, dan 6) Aspek Seni.
Bagaimanapun kalau kita semua mau jujur, banyak orang tua yang menyerahkan pendidikan anak di rumah pada gadget pertimbangan utamanya hanyalah mencari kemudahan. Yang penting anak bisa senang, nyaman, dan tenang di rumah. Seringkali pertimbangan bahwa proses pendidikan harus dapat menumbuhkembangkan sekian banyak aspek tumbuh kembang diabaikan. Kadang juga orang tua lupa sebaik apapun gadget dapat memenjarakan anak karena kecanduan dan menjadi racun yang berbahaya bagi masa depan anak-anak mereka. Yang jelas gadget menjadikan proses tumbah kembang anak menjadi tidak normal dan wajar sesuai kebutuhan fase perkembangan yang harus mereka lalui.
2. Sikap Protektif Orang Tua
Barangkali bisa dikatakan tidak ada orang tua yang tidak mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Tentu setiap orang tua berusaha maksimal untuk memberikan mencintai, perhatian, memenuhi kebutuhan, dan mendidik anak-anaknya. Pasti setiap orang tua sangat menginginkan anaknya mendapatkan rasa aman dan nyaman, sukses dalam pendidikan dan kehidupannya di masa depan.
Bahkan tidak jarang kerena cinta dan perhatiannya orang tua pada anak-anak mereka tanpa sadar atau disadari bersikap protektif kepada anak-anaknya. Mengapa demikian ? Orang tua tentunya tidak menginginkan anaknya kecelakaan saat mereka bermain atau aktifitas apapun. Orang tua pasti tidak mau anaknya memiliki masalah dan menghadapi bahaya. Orang tua juga pasti tidak rela melihat anaknya gagal dalam pendidikan atau kehidupannya di masa depan. Sebab-sebab inilah yang menjadikan munculnya sikap berlebihan yang menjurus pada sikap protektif pada orang tua. Sehingga dalam prespektif anak sikap orang yang berlebihan ini dianggap serba tidak boleh, terlalu memanjakan, dan ambisius sehubungan dengan target pencapaian masa depan anaknya.
Sikap berlebihan dan protektif ini justru tidak baik bagi proses tumbuh kembang anak dan dapat menyebabkan anak menjadi penakut, kurang berani menghadapi masalah dan tantangan, lemah dalam bersosialisasi, berkomunikasi, dan beradptasi dengan teman sebaya di lingkungannya, pengalaman untuk bereksplorasinya terbatas sehingga pada akhirnya dapat mengganggu kemampuan anak untuk memiliki gagasan, kreatifitas, dan inovasi.
Orang tua yang bijaksana dan memahami bagaimana dunia anak-anak pasti akan memberikan kesempatan, waktu, dan pengalaman pada anak-anak mereka untuk bermain. Bahkan orang tua sangat siap untuk dapat menjadi fasilitator terbaik agar anak-anak mereka bisa bermain dan mendapatkan pengalaman yang bermakna dan mendalam bagi kehidupannya.
3. Bermain itu Fitrah Anak-Anak
Islam yang syamil, kamil, dan mutakamil melalui sunnah Nabi Muhammmad SAW menjelaskan bahwa bermain adalah bagian penting dari perkembangan anak dan tidak boleh dihalangi. Contohnya seperti kisah sujud Nabi yang diperlama karena salah satu cucu Nabi (Hasan atau Husain) sedang bermain di atas punggungnya. (HR Am-Nasa’i)
Melalui berbagai ayat dan hadits, Islam juga mengajarkan orang tua untuk menjaga dan mengasuh anak dengan baik. Hal ini dapat mencakup pemenuhan hak-hak dasar mereka, termasuk hak bermain dan berkreasi. Dengan demikian bermain dan bergembira adalah sifat asasi anak sekaligus hak dasar mereka.
Bermain juga merupakan sunnah kauniyah, artinya tanpa ada proses belajarpun anak bisa bermain dengan apa saja yang ada disekitarnya, baik berupa makhluk hidup atau benda mati. Anak bisa bermain-main dengan teman sebayanya, dengan binatang peliharaan, tumbuhan, tanah lapang, sungai, batu, dan lain-lain. Bermain juga sifatnya instingtif bagi setiap anak yang di lahirkan.
3. Bermain dalam Prespektif Sosial
Dalam prespektif sosial bermain menjadi hal yang sangat penting bagi anak menyangkut hal-hal sebagai berikut ; 1) bermain memberikan pengalaman empirik yang bermakna dan berharga bagi proses tumbuh kembang anak, 2) bermain menjadi sarana untuk bersosialisasi dan berkomukasi baik secara verbal, visual, dan fisik anak dengan sebaya dan orang-orang dewasa di sekitarnya, dan 3) bermain dapat menjadi sarana atau media untuk menumbuhkembangkan kemampuan bekerja sama.
