- Diposting oleh : Humas Bina Amal
- pada tanggal : Oktober 11, 2025
Mendidik anak di era digital ini bagaikan bermain layang-layang. Terkadang kita perlu mengulur benang, memberi kebebasan agar layang-layang (anak) bisa terbang tinggi mengeksplorasi angkasa (dunia). Namun, di saat yang sama, kita juga harus sigap menariknya kembali saat angin berhembus terlalu kencang, menjaga agar layang-layang tidak putus dan hilang kendali. Dalam proses mendidik perlu adanya sentuhan seni seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Beliau tidak hanya menyampaikan ilmu secara kaku, tetapi juga dengan kasih sayang, humor, dan pendekatan yang sesuai dengan kondisi psikologis anak.
Salah satu prinsip utama dalam mendidik ala Rasulullah adalah memahami karakter dan potensi anak. Setiap anak unik, dengan minat dan bakat yang berbeda-beda. Sebagai pendidik, baik guru maupun orang tua, kita perlu mengenali keunikan tersebut dan memberikan ruang bagi mereka untuk berkembang sesuai dengan potensinya.
Di era digital ini, anak-anak tumbuh dengan akses informasi yang tak terbatas. Mereka lebih cepat beradaptasi dengan teknologi dan memiliki pandangan yang berbeda tentang dunia. Oleh karena itu, kita tidak bisa lagi mendidik dengan cara yang sama seperti dulu. Mendidik di era digital berarti menjadi fasilitator dan mentor bagi anak. Kita perlu membantu mereka memilah informasi yang benar dan salah, mengembangkan keterampilan berpikir kritis, dan menggunakan teknologi secara bijak.
Salah satu kunci keberhasilan dalam mendidik adalah menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak. Ketika anak merasa nyaman, mereka akan lebih terbuka untuk berbagi cerita, mengungkapkan perasaan, dan bertanya tentang hal-hal yang mereka tidak mengerti. Untuk menciptakan kenyamanan psikologis, kita perlu:
1. Mendengarkan dengan penuh perhatian (Berikan waktu dan perhatian penuh saat anak berbicara. Hindari menghakimi atau menyela).
2. Menunjukkan empati (Cobalah memahami perasaan anak dan tunjukkan bahwa Anda peduli).
3. Memberikan dukungan (Berikan dukungan dan semangat saat anak menghadapi kesulitan).
4. Menghargai pendapat anak (Hargai pendapat anak, meskipun berbeda dengan pendapat kita).
5. Menciptakan komunikasi yang terbuka (Ajak anak berdiskusi tentang berbagai hal, termasuk topik-topik yang sensitif).
Mendidik anak adalah sebuah proses yang panjang dan membutuhkan kesabaran. Akan ada saat-saat di mana kita merasa lelah, frustrasi, atau bahkan marah. Namun, ingatlah bahwa anak-anak belajar dari contoh yang kita berikan. Jika kita mendidik dengan cinta dan kesabaran, mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang perhatian, penyayang dan sabar.
Seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah tentang kisah Anas bin Malik.
"Suatu hari Rasulullah SAW mengutusku untuk suatu keperluan. Aku pun pergi, namun di tengah jalan aku melihat anak-anak sedang bermain, sehingga aku ikut bermain bersama mereka dan melupakan tugasku. Rasulullah SAW kemudian datang dan menemukan aku sedang bermain. Beliau tidak marah, tidak membentak, dan tidak memarahiku. Beliau hanya mendekatiku dari belakang, lalu memegang kepalaku dan tersenyum. Beliau bertanya dengan lembut, 'Wahai Unais (panggilan sayang untuk Anas), apakah engkau sudah melakukan apa yang aku perintahkan?' Aku pun menjawab, 'Sudah, wahai Rasulullah, aku akan segera melakukannya.' Kemudian aku segera pergi untuk menyelesaikan tugas itu."
Kisah Anas bin Malik ini adalah cerminan sempurna dari pendidikan yang didasari cinta dan kesabaran ala Rasulullah SAW. Dalam hal ini, Rasulullah SAW menunjukkan cinta yang tulus kepada Anas, bukan hanya sebagai pelayan, tetapi sebagai seorang anak yang harus dibimbing. Beliau tidak pernah membeda-bedakan status atau usia dalam memberikan kasih sayang. Panggilan "Unais" adalah bukti kehangatan dan kedekatan beliau. Meskipun Anas terkadang lalai atau menunda tugas karena kekanak-kanakannya, Rasulullah SAW tidak pernah membentak, memarahi, apalagi memukul. Beliau memahami bahwa anak-anak memiliki sifat alami untuk bermain dan terkadang lupa.
Pendekatan Humanis dalam membangun kepercayaan yang dilakukan oleh Rasulullah tidak membuat Anas takut, justru membuatnya merasa dihargai dan disayangi, sehingga ia termotivasi untuk segera memperbaiki kesalahannya dan menyelesaikan tugasnya. Sikap yang diambil oleh rasulullah dengan tidak membentak atau mencela, Rasulullah SAW telah menjaga harga diri dan kenyamanan psikologis Anas. Ini krusial agar anak merasa aman untuk berinteraksi, bertanya, dan belajar tanpa rasa takut atau minder.
Kisah ini mengajarkan kita bahwa dalam mendidik, baik sebagai guru maupun orang tua, cinta dan kesabaran adalah fondasi utama. Dengan dua hal ini, kita bisa menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, dan kondusif bagi anak untuk tumbuh, belajar, dan membuka diri, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh teladan terbaik kita, Nabi Muhammad SAW. Mendidik anak di era digital ini membutuhkan seni dan kebijaksanaan. Dengan meneladani Rasulullah SAW, memahami karakter anak, menyesuaikan diri dengan zaman, dan menciptakan lingkungan yang nyaman, kita bisa membantu mereka tumbuh menjadi generasi yang cerdas, berakhlak mulia, dan siap menghadapi tantangan masa depan.
Semarang, 11 Oktober 2025
Guru SMA IT Bina Amal
Myrin Wulan Prasetiana, S.Pd.