- Diposting oleh : Humas Bina Amal
- pada tanggal : Agustus 13, 2025
Pengantar
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada banyak pilihan. Ada yang berkaitan dengan pekerjaan, keluarga, ibadah, hingga urusan sosial. Kadang, semua itu terasa penting, namun dalam praktiknya kita tidak mungkin mengerjakan semua hal dalam waktu bersamaan dengan porsi yang sama. Di sinilah pentingnya memahami Fikih Prioritas atau Fiqh al-Awlawiyyāt.
Fikih Prioritas adalah cabang ilmu dalam Islam yang membahas bagaimana mendahulukan perkara-perkara yang lebih penting, lebih mendesak, dan lebih bermanfaat sesuai dengan tuntunan syariat. Istilah ini dipopulerkan oleh para ulama kontemporer seperti Syaikh Yusuf al-Qaradawi, namun hakikat ajarannya sudah dipraktikkan sejak zaman Rasulullah ﷺ.
Konsep ini bukan sekadar teori manajemen waktu atau efisiensi kerja, tetapi merupakan panduan syar’i agar seorang Muslim tidak terjebak pada hal-hal kecil yang mengalihkan perhatian dari kewajiban besar, serta agar amal yang dilakukan tepat sasaran dan bernilai tinggi di sisi Allah.
1. Pentingnya Fikih Prioritas
Ada beberapa alasan mengapa seorang Muslim wajib memahami fikih prioritas:
a. Menghindari Salah Fokus
Banyak orang yang tekun dalam amalan sunnah, namun lalai pada yang wajib. Contoh nyata adalah orang yang rajin berzikir panjang tetapi sering menunda shalat wajib, atau aktif mengikuti kajian sunnah namun menelantarkan orang tua. Fikih prioritas membantu kita menempatkan kewajiban di urutan teratas sebelum memperbanyak amalan tambahan.
b. Menyeimbangkan Dunia dan Akhirat
Islam tidak hanya mengatur ibadah ritual, tetapi juga urusan dunia. Fikih prioritas mengajarkan bahwa mencari nafkah halal untuk keluarga adalah ibadah yang tidak kalah mulia dibanding shalat sunnah yang panjang. Keseimbangan inilah yang menjadikan hidup seorang Muslim selaras dengan ajaran Islam.
c. Efisiensi Amal
Sumber daya manusia terbatas—waktu, tenaga, dan harta kita tidak bisa dipakai untuk semua hal sekaligus. Dengan memahami prioritas, kita dapat memaksimalkan dampak amal. Rasulullah ﷺ pun mencontohkan hal ini, seperti saat beliau memilih fokus membina para sahabat di Makkah selama 13 tahun sebelum membentuk negara di Madinah.
2. Hubungan Fikih Prioritas dengan Fikih Lainnya
Fikih prioritas tidak berdiri sendiri, tetapi terkait erat dengan cabang-cabang fikih lainnya:
- Fikih
Ibadah
Menentukan urutan ibadah berdasarkan tingkat kewajiban dan manfaatnya. Misalnya, shalat wajib lima waktu harus dikerjakan tepat waktu sebelum memperbanyak shalat sunnah. - Fikih
Muamalah
Dalam urusan transaksi atau bisnis, fikih prioritas membantu memilih pekerjaan yang halal dan bermanfaat dibanding pekerjaan yang menghasilkan banyak uang tetapi syubhat atau haram. - Fikih
Dakwah
Seorang dai harus memahami kondisi umat agar materi yang disampaikan relevan dengan kebutuhan mereka. Misalnya, mengajarkan tauhid di lingkungan yang masih banyak syirik, atau mengajarkan kejujuran di masyarakat yang marak korupsi. - Fikih
Jihad & Sosial
Dalam kerja sosial, harus diputuskan program mana yang lebih mendesak. Menolong korban bencana alam yang kekurangan makanan tentu lebih diutamakan daripada membangun fasilitas sekunder yang belum mendesak.
3. Contoh Penerapan Fikih Prioritas
a. Mendahulukan Kewajiban dibanding Sunnah
Shalat wajib lebih utama daripada shalat sunnah, sedekah wajib (zakat) lebih utama daripada sedekah sunnah. Jika dua ibadah ini berbenturan, maka kewajiban harus didahulukan.
b. Menolong yang Lebih Membutuhkan
Jika ada dua orang yang membutuhkan bantuan, kita harus melihat siapa yang kondisinya lebih darurat. Membantu korban bencana yang tidak punya tempat tinggal lebih mendesak daripada membantu renovasi rumah orang yang sudah layak huni.
c. Memilih Ilmu yang Lebih Bermanfaat
Seorang Muslim wajib mempelajari ilmu agama yang fardhu ‘ain, seperti tata cara shalat, puasa, zakat, dan akidah, sebelum mempelajari ilmu-ilmu cabang yang sifatnya fardhu kifayah.
d. Mendahulukan Maslahat Umum
Jika kita memiliki dana terbatas, membangun sumur di desa yang kesulitan air lebih bermanfaat dibanding membangun taman pribadi, meskipun keduanya sama-sama bernilai pahala jika diniatkan ibadah.
4. Prinsip Dasar dalam Menentukan Prioritas
Para ulama menyebutkan beberapa kaidah yang membantu menentukan mana yang harus didahulukan:
- Kewajiban
di atas sunnah
Tidak boleh mendahulukan amalan sunnah ketika kewajiban belum ditunaikan. - Maslahat
umum di atas maslahat pribadi
Jika keduanya berbenturan, kepentingan umat lebih diutamakan. - Menghindari
mudarat lebih didahulukan daripada mengambil manfaat
Prinsip ini sesuai kaidah “menolak kerusakan didahulukan daripada menarik kemaslahatan”. - Mendahulukan
amal yang pahalanya lebih besar
Berdasarkan dalil Al-Qur’an dan hadits yang shahih. - Mendahulukan
yang waktunya terbatas
Misalnya, melaksanakan shalat tepat waktu lebih penting daripada membaca Al-Qur’an yang bisa dilakukan kapan saja.
5. Tantangan dalam Menerapkan Fikih Prioritas
Memahami teori fikih prioritas mungkin mudah, tetapi menerapkannya memerlukan kebijaksanaan, ilmu, dan keikhlasan. Tantangannya antara lain:
- Kurangnya ilmu → tanpa pengetahuan syariat, sulit menentukan mana yang lebih penting.
- Pengaruh hawa nafsu → kadang kita memilih yang kita suka, bukan yang Allah prioritaskan.
- Tekanan sosial → budaya dan lingkungan kadang mendorong kita melakukan hal-hal yang populer tapi kurang bermanfaat.
- Kurangnya perencanaan → tanpa perencanaan, kita cenderung bereaksi spontan tanpa mempertimbangkan prioritas.
6. Penutup
Fikih prioritas adalah panduan berharga bagi setiap Muslim untuk menjalani hidup dengan arah yang jelas, mengutamakan yang paling penting, dan menghindari terjebak dalam aktivitas yang sia-sia. Rasulullah ﷺ telah mencontohkannya dalam seluruh aspek kehidupan beliau, dari strategi dakwah hingga pengelolaan waktu.
Dengan memahami fikih prioritas, kita belajar untuk lebih
bijak dalam mengambil keputusan, lebih fokus pada kewajiban utama, dan lebih
bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.
Sebagaimana doa Rasulullah ﷺ:
“Ya Allah, tunjukilah kami kepada yang benar sebagai
kebenaran, dan berilah kami kemampuan untuk mengikutinya; tunjukilah kami
kepada yang batil sebagai kebatilan, dan berilah kami kemampuan untuk
menjauhinya.”
(HR. Ahmad)
Semoga Allah membimbing kita untuk selalu mendahulukan yang utama, menyegerakan kewajiban, dan mengatur hidup sesuai tuntunan-Nya. Aamiin.