- Diposting oleh : Humas Bina Amal
- pada tanggal : Juli 23, 2025
1. Pendidikan Secara Umum Masih Terpaku pada Transformasi Pengetahuan, Budaya Pragmatisme, dan Formalitas
Meskipun tujuan pendidikan nasioanal sangat jelas, yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003), tetapi realitanya pendidikan kita masih sebatas proses transformasi pengetahuan dan berkembangnya budaya pragmatisme dan formalitas disemua tingkatan pendidikan. Tujuan pendidikan nasional sangat jelas menekankan ketercapaian karakter positif (kepribadian/budi pekerti) peserta didik, agar mereka dapat menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Patut disayangkan bahwa sampai sekarang proses pembelajaran di kelas-kelas sekolah yang ada, transformasi pengetahuan (kognisi tingkat rendah) masih menjadi segala-galanya. Guru disibukan bagaimana mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal), agar anak bisa diterima dijenjang sekolah yang lebih tinggi dan perguruan tinggi (Sekolah dan Perguruan Tinggi favorit). Sehingga pada akhirnya sering dijumpai rekayasa nilai raport, bahkan ada sekolah yang sampai memberikan kesempatan merevisi nilai raport dengan cara memberikan tugas-tugas tertentu pada peserta didik yang akan merevisi nilai raportnya.
Pada akhirnya budaya mutu ditanggalkan, berganti budaya pragmatisme dan formalisme, hanya karena tergoda dengan capaian-capain sesaat atau tujuan jangka pendek yang bukan menjadi tujuan asasi dari proses pendidikan. Kondisi ini menjadi sangat berbahaya bagi upaya pengembangan mutu dunia pendidikan di tanah air. Sebab di lapangan juga dijumpai akreditasi sekolah yang mestinya merupakan assessment bagi sekolah untuk mencapai 8 Standar Nasional Pendidikan, menjadi tidak lebih dari kegiatan rekayasa sekolah untuk mendapat penilaian B atau A. Sehingga sekolah terakreditasi melakukan berbagai macam upaya, agar kelihatan sempurna mencakup 8 standar pada saat ada visitasi faktual. Termasuk pinjam dokumen administrasi kesana kemari dengan merubah nama sekolah, tanggal bulan, tahun, nama kepala sekolah, dan guru. Dan realitanya sekolah yang demikian bisa terakreditasi B, bahkan tidak sedikit yang A. Setelah proses akreditasi selesai, maka sekolah ini kembali pada realita yang memprihatinkan, yaitu tidak ada upaya serius dan sungguh-sungguh untuk mewujudkan budaya mutu dalam pengelolaan pendidikan dan pembelajaran.
2. Proses Terbaik dan Pencapaian Budaya Mutu
Bicara tentang proses pendidikan terbaik, tentu berbicara tentang sesuatu yang integral, komprehensif, dan berkelanjutan. Bukan hanya berbicara proses pembelajaran di dalam kelas, tetapi berbicara tentang semua proses pengelolaan pendidikan. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, tindak lanjut dan pelaporannya. Sehingga proses pendidikan terbaik pasti dimulai dengan adanya perencanaan terbaik, yaitu perencanaan yang dibangun dengan kefahaman yang baik dan benar tentang pendidikan, detail, terukur, dapat dilaksanakan, dan mencerminkan upaya pencapaian visi, misi, dan tujuan sekolah.
Selanjutnya pelaksanaan terbaik, yaitu proses pendidikan yang berupaya secara maksimal menumbuhkembangkan semua aspek tumbuh kembang peserta didik, mulai dari aspek religiusitas, kematangan emosional, kecerdasan intelektual, dan keterampilan hidup. Menjadikan semua kegiatan pendidikan di sekolah baik yang formal dan non-formal sebagai sarana untuk menumbuhkembangkan 4 aspek tumbuh kembang secara integral, komprehensif, dan berkelanjutan. Sehingga dengan demikian kegiatan kurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler menjadi sarana yang paling baik dan efektif agar anak ; 1) memiliki aqidah yang lurus, 2) semangat beribadah dengan benar, 3) berakhlaq mulia, 4) berwawasan luas, 5) memiliki fisik yang sehat dan kuat, 6) mampu menjaga hawa nafsu, 7) memiliki kemampuan berusaha, 8) baik dalam mengatur waktu, 9) baik dalam mengelola urusannya, dan 10) bermanfaat bagi orang lain. Dan ini merupakan 10 karakter utama pribadi muslim.
Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai macam sarana, pendekatan, dan cara. Dapat di dalam kelas, masjid, ruang serba guna, lingkungan sekolah, dan bisa di luar sekolah dengan pilihan tempat yang lebih beragam. Dapat di pasar, perkantoran, terminal, bandara, sungai, pantai, sawah, kebun, peternakan, dan lain-lain, yang menjadi tempat dan sumber belajar yang realistik, menyenangkan, mengasyikan, dan sangat kaya (lengkap).
Proses pendidikan terbaik bukanlah yang menjadikan hasil pendidikan (belajar) sebagai segala-galanya. Tetapi proses pendidikan yang mampu memberikan pengalaman nyata sebanyak-banyaknya kepada peserta didik. Yaitu pengalaman yang menyenangkan dan bermakna, dimana peserta didik mendapat kesempatan yang luas untuk bereksplorasi, berekspresi, berfantasi, berinovasi, dan berkreasi dengan semua fungsi indera, pikiran, rasa, dan hatinya. Sehingga dengan pengalaman yang luar biasa ini, harapannya anak dapat menghadapi tantangan masa depannya.
Penilaian dalam proses pendidikan terbaik bukanlah sekedar menilai tentang capaian akademik peserta didik dalam kurun waktu tertentu, untuk menentukan kenaikan dan kelulusan mereka. Tetapi penilaian otentik mencakup semua aspek tumbuh kembang, sejak peserta didik di awal masuk sekolah, proses pembelajaran di kelas, masjid, ruang serba guna, lingkungan sekolah, dan bisa di luar sekolah dengan pilihan tempat yang lebih beragam, dengan menggunakan sekian banyak jenis dan bentuk tes. Bisa dengan penilaian tertulis, lisan, dan perbuatan, penilain kuantitatif ataupun kualitatif. Dapat juga dengan penugasan, lembar observasi, angket, buku penghubung, porto folio, dan lain-lain.
Sehingga dalam kontek pelaporan pendidikan orang tua akan mendapat laporan pendidikan yang integral dan komprehensif mencakup semua aspek tumbuh kembang peserta didik, berupa : 1) raport akademik sesuai kurnas dan kurikulum lainnya yang digunakan, 2) raport Caracter Building, 3) rapat bakat minat khusus, dan 4) raport Al-Qur’an (tahsin dan tafidzul qur’an). Sehingga proses pendidikan terbaik sebagaimana telah dijelaskan, pada dasarnya adalah menjadi upaya maksimal, bersungguh-sungguh, dan penuh tanggung jawab sekolah (khusunya Bina Amal) mengembangkan budaya mutu dalam pengelolaan pendidikan.
3. Budaya Mutu dan Lahirnya Generasi Terbaik
Pengelolaan pendidikan yang mengedepankan tercapainya budaya mutu dapat menjadikan peserta didik mendapatkan layanan pendidikan terbaik, yaitu layanan pendidikan mencakup semua aspek tumbuh kembang, yang dilakukan dengan proses pendidikan terbaik. Saat anak mendapatkan sekian banyak pengalaman yang bermakna bagi hidupnya. Mereka mendapatkan kesempatan untuk bereksplorasi, berekspresi, dan berfantasi secara maksimal. Dan mereka dapat berinovasi dan berkreasi dengan memaksimalkan semua fungsi indera, pikiran, rasa, dan hati mereka, tentu proses terbaik ini dapat menjadi sebab anak dapat bertumbuh menjadi generasi terbaik. Hal ini tentunya dengan tidak menafikan peran dan kuasa Allah, Tuhan Yang Berkuasa atas segala sesuatu. Sebab tugas guru hanyalah berbuat dan berproses maksimal, untuk mentransformasikan semua kebaikan kepada peserta didik, dengan kebersihan hati, kebaikan lisan, kebaikan perbuatan, keteladanan, dan ketulusan doanya. Sementara urusan peserta didik akan seperti apa dan menjadi apa kedepannya, menjadi hak perogratif Allah SWT.
Pengembangan budaya mutu yang dilakukkan sekolah, guru, dan semua pegawainya, merupakan upaya mendekatkan harapan, agar dari Bina Amal dapat lahir generasi terbaik negeri ini, yaitu mereka yang beriman dan bertakwa pada Allah SWT, memiliki akhlaq yang baik, cerdas dan mandiri, berbakti pada orang tua, bangsa dan negaranya. Yaitu generasi mandiri berkarakter Rabbani. Aamiiiin….